Senin, 19 April 2010

Santri, Kitab Kuning dan Filsafat

Sudah menjadi pemandangan yang lumrah jika di sebuah pesantren hampir semua santrinya tidak pernah absen bermusyawarah tentang isi kitab kuning. Namun bagaimana jadinya jika pada sebuah pesantren mendiskusikan isi kitab kuning saja dirasa tidak cukup. Apa jadinya jika Imam Ghazali harus dipaksa berpolemik dengan seorang Karl Marx yang antara keduanya terdapat perbedaan mencolok dalam hal pemikiran apalagi latar belakang kehidupan keduanya meski keduanya dikenal memiliki arah pemikiran yang sama yaitu filsafat. Jika Al Ghazali lebih kental dengan nuansa religius dan sangat cocok untuk kalangan para santri maka Marx justru cenderung atheistik dan terlalu kontras dan bertentangan dengan pesantren.
Filsafat memang menjadi hal yang dikenal tabu dalam kehidupan pesantren. Mungkin bagi orang-orang yang belum kenal mungkin juga merasa ogah terhadap filsafat tidak perlu berkomentar. Sesuai dengan makna filsafat sendiri yaitu Philo: cinta dan Sophia: kebijaksanaan sudah jelas kiranya bahwa filsafat adalah cinta kebijaksanaan bukan monster yang menakutkan yang bisa saja suatu saat ia akan memangsa kita. Perlu kita ingat kembali bahwa kejayaan yang dicapai peradaban Islam pada dinasti Abbasiyah tidak bias lepas oleh peran filsafat. Pada suatu malam khalifah Al Makmun bermimpi bertemu dengan seseorang yang berperwakan khas orang Eropa Selatan sedang menduduki singgasananya. Keesokan harinya Al Makmun dibuat bertanya-tanya tentang siapa gerangan dalam mimpinya itu. Setelah itu ia mendengar kabar bahwa orang yang datang dalam mimpinya bernama Aristoteles, filsuf Yunani terbesar sepanjang sejarah. Maka saat itulah Al Makmun mengirim para cendikiawan negerinya untuk pergi ke Yunani untuk belajar di sana. Mungkin ilham inilah yang menjadi tonggak pertama berdirinya sebuah peradaban besar sepanjang sejarah yang memunculkan para pemikir besar Islam seperti Ibnu Sina, Ibnu Rusyd, Al Ghazali dan lain sebagainya.
Mungkinkah pesantren mampu membangun kembali peradaban Islam yang telah lama punah. Jika tadi Marx menjadi besar dan dikenang berkat filsafatnya maka seharusnya ia perlu berterima kasih pada para pendahulunya dalam filsafat yang salah satunya adalah para filsuf muslim yang telah berjasa memberikan sumbangan yang cukup besar terhadap perkembangan filsafat terutama di Eropa.
Tentu kita masih ingat terhadap hadits Nabi Muhammad SAW “Tuntutlah ilmu walaupun ke negeri Cina”. Meskipun Cina saat itu bukanlah negeri yang penduduknya beragama Islam namun Nabi sadar bahwa jika umat Islam ingin besar maka mereka perlu belajar kepada siapapun, termasuk Cina. Tidak ada buruknya santri juga bersikap seperti Nabi yang sangat terbuka dan mau belajar kepada siapapun, termasuk Barat. Jika kita ingin mengetahui kelemahan Barat maka kita wajib tahu apa yang mereka lakukan ketika mereka menumbangkan peradaban Islam dahulu. Man araadad dunya fa alaihi bil ‘ilmi, waman aradal akhirata fa ‘alaihi bil ‘ilmi, waman arada huma fa ‘alaihi bil ‘ilmi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Filsafat


 
Support : Your Link | Your Link | Your Link
Copyright © 2013. KHAFI Jr. - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Modified by CaraGampang.Com
Proudly powered by Blogger